Home » » Bagaimana Cara Bertauhid Kepada Allah ?

Bagaimana Cara Bertauhid Kepada Allah ?

Posted by PENGAJIAN TAUHID on Thursday 2 February 2017

Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(Al-A’Raf : 35)

Demikianlah firman-Nya yang Maha Mulia lagi Maha bijaksana yang telah mengajari manusia akan segala hal semata agar kiranya manusia pada akhirnya dapat membenarkan bentuk kejadian penciptaan dibalik segala sifat materi dan waktu.
Allah Maha berkehendak atas segala-galanya, tak ada satupun yang dapat menghalang takdir yang telah ditentukannya, baik takdir buruk ataupun takdir baik atas setiap makhluk-Nya. Keberkahan yang melimpah yang dituangkan oleh-Nya kepada Rasul Muhammad adalah bentuk kecil takdir Allah yang tidak dapat bagi seorangpun untuk mendustakannya, maka oleh karena itu jika Allah menghendaki kekuatan kehendaknya Muhamamd atas setiap kejadian luar biasa yang terjadi diluar akal manusia niscaya kehendak ini terjadilah ia, begitulah sama kejadiannya terhadap para ulama yang diberikan kelebihan berkah oleh-Nya dalam takdir karamah atas mereka dengan sebab keilmuan mereka, ketakwaan dan akhlak yang tak pernah terpisah dari hirup udara setiap mereka hingga karamah datang menghampiri dan pada akhirnya sebab musabab ini juga tujuannya membenarkan atas segala takdir dan ketentuan-Nya yang tak dapat bagi seorangpun dapat menghalau segala kekuasaan takdir.
           Sejak sebelum terciptanya bumi dan segala isinya, kehadiran Tauhid telah bernaung di dalam setiap ruh segala makhluk ciptaan Allah, termasuk Manusia Adam hingga keturunannya. Untuk itu kehadiran Tauhid bagi makhluk, bahkan bagi manusia itu sendiri tidaklah dapat terlepas dari setiap detik berjalannya waktu. Ketika hirup nafas manusia terus bertukar proses antara Oksigen dan karbon dioksida maka Tauhid manusia tetaplah ada sampai dimana manusia telah kosong dari naungan materi dan waktu, walaupun ia dalam posisi diri yang tak percaya terhadap Tuhan yang satu.
            Demikianlah “ruh” yang menjadi maksud diatas, bahwa unsur terpenting dari tubuh bukanlah jantung, paru-paru, ataupun nafas, namun ia adalah ruh. Ruhlah yang memproses seluruh tubuh, ialah yang menjadi prosesor dari segala bidang sub tubuh manusia, ialah induk dari habitat kinerja tubuh dalam setiap keterhubungan unsur tubuh yang satu dengan yang lainnya, untuk itu jika ruh tidak memberikan unsur tauhid atas segala kehendak izin-Nya dalam memproses bentuk kerja terbatas atas setiap tubuh maka tak satupun tubuh manusia bergerak, berdetak, berbunyi dan dapat merasa merasa. Lalu yang menjadi pertanyaanya adalah bagaimana ruh dapat bekerja jika Tauhid takdir Allah tak ada padanya ?, ternyata Allah-lah jua yang Maha Tahu akan segala sesuatu, bahwa sesungguhnya sebelum terbentuknya manusia, ruh-lah yang menjadi saksi awal dimana Tauhid di titahkan kepadanya.
Allah berfirman didalam al-Qur’an :
Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.
(An-Naba : 38)  
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud
(Al-Hijr : 29)
Ruh tak hanya diberikan perintah ber-Tauhid atas diri-Nya, namun ruh pada awalnya, yaitu dimana posisi keberadaan ruh belum berdiri pada tubuh manusia ajaran Khauf (takut kepada Allah) juga muncul dari hasil adanya Tauhid, artinya ruh juga memiliki sifat tasawuf yang berdiri didalamnya saat itu, seperti mana yang telah dijelaskan oleh Allah diatas, bahwa ruh tak dapat meghendaki pergerakan sama sekali kecuali hanya atas takdir Allah SWT, mereka hanya berdiri dan hanya menuruti amanah perintah Allah yang telah diperintahkan, jika Allah menghendaki ruh melakukan sesuatu maka Kun Fayakun Allah-pun tercipta dibalik kehendak ruh tersebut. Maka untuk itu dasar ajaran Tauhid dan Tasawuf sebenarnya sudah lama ada yaitu dimana manusia Adam dan keturunannya masih dalam alam takdir azali-Nya Allah SWT ditempat dimana hanyalah Allah sendiri yang mengetahuinya.
Definisi Tauhid dan Tasawuf
    Arti kata Tauhid dan demikian juga halnya Tasawuf memiliki makna dalam ranah Ilmu Pengetahuan Agama. Hal ini perlu disampaikan karena tak banyak umat islam dimasa kini yang tahu makna Tauhid yang sesungguhnya menurut istilah yang telah diatur oleh para ulama dan demikian halnya juga terhadap arti dari kata Tasawur itu sendiri.
            Adapun Tauhid menurut arti bahasa dan istilah adalah sebagai berikut :
A.      Tauhid dalam arti Bahasa  
الحُكْمُ بِأنّ الشَيئَ وَاحِدٌ وَ العِلْمُ بِأَنّهُ وَاحِدٌ
Hukum dengan sesuatu yang satu dan mengetahui sesuatu dengan yang satu
 Secara bahasa arti kata bahasa Tauhid adalah satu, disebutkan yang demikian tersebut karena asal mula dasar lafadz tauhid adalah bermula dari وَحِدٌ , yang artinya adalah satu.

B.       Tauhid dalam arti Istilah 
تَجْرِيدُ الذُاتُ الِالَهِيَة عَن كُلِّ مَا تَصَوّرُ فِى الاَفْهَامِ وَ تَخْلِيلُ فِى الاَوْهَامِ وَ الاَذْهَانِ.
Mentajridkan (mengadakan kehadiran) Dzat ke-Tuhan-an dari apa-apa yang tergambarkan dari segala pemahaman dan mensunyikan pada segala yang bersifat waham (dugaan yang belum kuat) dan zihin (melihat dzat dengan panca indra).

Memaknai Dzat Allah lebih dianjurkan dengan jalan pemahaman-pemahaman manusia dalam menerima segala hasil scan fikirannya terhadap gerak dan warnanya alam dunia ini, karena hakekat keberadaan beberapa sifat alam yang terlihat oleh mata, tercium oleh hidung, terdengar oleh telinga dan terasa oleh sifat perasa tubuh manusia adalah segala unsur yang membuktikan adanya Dzat Penciptaan. Dengan syarat yaqinlah jua yang akhirnya dapat membawa alam fikiran manusia kepada makna ajaran Tauhid yang sesungguhnya hingga dapat mencapai kehadiran maqam Makrifat kepada Allah SWT. Seperti mana yang telah diterangkan oleh Nabi Muhammad dalam hadistnya tentang hakekat alam menunjukkan keberadaan Allah :

مَنْ عَرّفَ نَفسُهُ فَقَدْ عَرّفَ رَبَّهُ
Barang siapa yang mengetahui dirinya maka sungguh dia akan mengetahui Tuhannya
Kemudian, Adapun makna Tasawuf dalam arti Bahasan dan Istilah adalah adalah sebagai berikut :
A.    Tasawuf dalam arti Bahasa adalah berasal dari kata صَوّف (shawwafa) yang artinya “Bulu Domba”. Para ulama berbeda pendapat menurut kata Tasawuf dalam bahasa, sebahagian dari mereka ada yang mengatakan berasal dari kata  صفٌّ (Shaffun) yang artinya “Shaf” (barisan).
B.     Tasawuf dalam arti Istilah :
وَالوُقٌوفُ مَعَ الاَدَبِ الشّرْعِيّةِ ظَاهِرًا فِى البَاطِنِ اَو الَظاهِرَةِ
Mendiam diri dengan adab syariat yang terang baik didalam bathin atapun secara lahir

Didalam kitab Imam al-Gazhali, “Ihya Ulumuddin” menyebutkan bahwa arti Tasawuf itu adalah :
“(Sebuah disiplin ilmu belajar tentang keikhlasan dan posisi jiwa).- (Ilmu mengetahui bagaimana memposisikan keberadaan seorang hamba kepada Allah SWT). –(Ilmu yang menyempurnakan tiang syahadat dari rukun yang lima)”.

Implementasi Tauhid dan Tasawuf dalam kehidupan
Sepertimana yang telah diterangkan diatas, bahwa sebetulnya keberadaan Tauhid bagi setiap jiwa manusia adalah hal yang sangat diperlukan, Tauhid-lah yang menuntut manusia kepada jalan yang benar. Demikianlah yang terjadi kepada orang-orang yang telah mencapai tingkat tinggi dihadapan Allah, mereka telah dapat mengendalikan nafsu hewaniyahnya menjadi warna nafsu yang mulia, yaitu nafsu mutmainnah. Lihatlah bagaimana cobaan para Nabi Allah di dunia ini yang telah mengarungi segala bidang penghalang jalan menuju Allah dalam cinta hakikinya dengan sifat rintangan yang berduri dan tak lepas dari rasa sakit baik pada lahiriyyah mereka maupun bathiniyyah mereka, namun dengan segala ketabahan dan kesabaran mereka dalam menempatkan posisi istiqamah fikiran yang yaqin akan sebuah pemahaman mereka terhadap dzat fana pada dirinya dan Dzat Baqa pada diri Allah maka posisi karamah dan keberkahan serta keridhaan Allah telah terletak pada diri setiap mereka. Inilah Tauhid al-Ilahiyah, yang dimaksud oleh difinisi diatas. 
Namun perlu diketahui Tauhid Iqrar (yaitu Tauhid pengakuan kepada Allah) tidaklah sempurna jika beberapa syariat Allah tertinggal menjadi seperti halnya butiran benda yang terjatuh dijalanan tanpa disadari oleh sang pembawa benda itu, artinya adalah ketinggian Tauhid seseorang, kemakrifatan Tauhid seseorang adalah didasari dengan korelasi Tasawuf, karena Tasauf juga termasuk ajaran yang dianjurkan oleh Allah dalam menjalani hubungan Ta’aruf atau pengenalan terhadap sesama manusia. Tentunya dalam menjalani hubungan tersebut perlu adanya tingkah laku yang baik, cara berbicara yang sopan dan tawadhu, berjalan dengan menunduk dan menunjukkan sifat mahmudah kepada setiap teman, keluarga, guru, dan bahkan terhadap muridnya sendiri. hal yang demikian tersebut adalah beruapa perintah Allah yang harus dilaksanakan semata juga karena untuk menyelamatkan posisi seuatu umat yang telah lama lupa terhadap Tuhannya.
Itulah sebabnya mengapa Rasulullah sangat mementingkan tingkah laku dari pada yang lainnya dengan sabda beliau tersebut dibawah ini :
اِنَمَا بُعِثْت لِاٌتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلَاقْ
Sesungguhnya aku diutus kedunia ini adalah karena untuk menyempurnakan akhlak.
Tauhid dan Tasawuf memiliki tali ikat yang sangat erat dan tetap kokoh antara satu sama lain. Karena dari sifat mahmudahlah umat menerima ajaran Tauhid kepada Tuhan Allah yang satu dengan iklas dan ridha tanpa ada paksaan. Maka karena sifat inilah yang dahulu salah seorang sahabat Nabi yang sangat dikenal kejam dan jahatnya terhadap islam dan sekarang Umar bin Khattab telah masuk islam dengan hati lapang dan menjadi seorang yang membalikkan kemarahannya terhadap agama selain islam, apa yang terjadi kepada sahabat Abu Bakar ternyata sama halnya seperti Umar bin Khattab yang masuk islam juga dengan kelapang dadaanya, kemudian menyusulah sahabat-sahabat lainnya seperti Khadijah, Khalid bin Walid, Bilal bin Rabbah, Utsman, Hudzaifah, dan lain sebagainya. Hanya satu alasan mengapa mereka masuk islam, adalah karena sifat tasawufnya Rasulullah terhadap sesama manusia, beliau bertutur baik, berjalan dan berbicara dengan santunan, selalu memberi bantuan baik harta dan tenaga terhadap sesama, senyum indah terhadap umat yang selalu memukulinya, dan bahkan melapangkan dadanya dengan penuh kesabaran terhadap kaum Thaif yang telah melemparkan tajam dan kerasnya batu kepada beliau hingga tumit beliau bercucur darah, dan pada akhirnya dengan segala sifat baik dan beraklakul karimah Nabi kita ini, sekarang seluruh penduduk Makkah telah menerima Tauhid dan terus pesat perkembangannya sampai masa Fathul Makkah terjadi.
Namun sekarang, dua ajaran penting ini telah hilang dari semua akuan lapisan manusia, sehingga tak heran negri kita dilanda berbagai macam ancaman kemunduran dalam segala bidang, baik akhlak, ibadah, bahkan bisa dikatakan salah satu faktor penyebabnya grafik tingkat kriminaliats terjadi sebenanarnya adalah akibat ketiadaan pegangan terhadap ajaran Tasawuf dan Tauhid manusia kepada Allah SWT.
Tasawuf adalah dasar ajaran Agama islam dalam mencapai Tauhid kepada Allah, karena telah terbukti didalam tinta-tinta sejarah para Nabi dan aulia Allah dalam mencapai ketauhidan melalui perjalanan melihat bentuk ajaran islam yang mengajari tentang akhlak dalam arti luas.
Namun bagaiaman mencapai Tauhid jika ajaran Tasawuf tidaklah terbawa dalam ikatan tali yang mengikatnya ? inilah Implementasi penting bagi kebaradaan Tasawuf untuk dapat sekiranya berjalan menuju kepada Tauhid Allah SWT. Untuk itu Allah memberikan gambaran kepada manusia agar kiranya Tauhid tidaklah terbuang kedalam sampah keduniaan hingga siapa yang membuang keimanannya kepada Allah maka hatinya akan mengalami goncangan-goncangan dalam hidup, sampai akhirnya terjadilah penyikasaan diri sendiri ataupun kepada orang lain, seperti membunuh orang lain tanpa hak, membunuh dirinya sendiri, terjadinya banyak perompakan, pemerkosaan dan lain sebagainya, semua ini adalah karena fikirannya tak pernah memberikan luang untuk Tauhid Allah SWT. Sebagaimana yang telah Allah jelaskan didalam al-Qur’an sebagai berikut :
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
(Az-Zukhruf : 36)  
7. dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami Dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah Dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; Maka beri kabar gembiralah Dia dengan azab yang pedih.
(Luqman : 7)
47. dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan Kami mentaati (keduanya)." kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.
(An-Nur : 47)
124. dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".
(At-Thaha : 128)
57. dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu Dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan Kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.
 (Al-Kahfi : 57)

Penulis :
Tgk. Habibie M. Waly S.Th


Referensi :
1.      Al-Qur’an
2.      Ihya Ulumuddin jilid 1, kry. Imam al-Ghazali
3.      At-Takrifat, kry. Abu Hasan al-Jurjani
4.      Mukharul al-Hadist, kry. Sayid Muhammad al-Hasyimi
5.      Kifayatul Awam, kry. Muhammad al-Fadhali
6.      Hakekat Hikamah Tauhid dan Tasawuf, kry. Abuya Muhibbuddin Muhammad Waly

Thanks for reading & sharing PENGAJIAN TAUHID

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Loading...
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();