Sifat 20 bagi seorang yang bermazhab Ahlusunnah wal jamaah merupakan kajian tauhid yang wajib dipelajari. Pengkajian ini telah dipelajari sejak sekaian lama oleh para generasi sebelumnya. Sifat 20 merupakan salah satu jalan dimana kita menemukan hakikat makrifat kepada Allah SWT. Sebenarnya ada banyak jalan untuk menuju kepada-Nya, salah satunya adalah melalui pelajaran Sifat 20, yaitu kumpulan beberapa sifat yang mempelajari tentang sifat-sifat Allah SWT. Baik yang mustahil ataupun yang wajibnya.
Pada dasarnya jumlah sifat ini bukan 20, sifat ini merupakan sifat wajib
saja yang mempelajari sifat-sifat Allah yang wajib dipelajari. Namun ada sifat
dari lawannya Sifat 20, yang disebut dengan sifat Mustahil 20, yaitu lawan dari
sifat Wajib 20. Menurut para Ulama Ahlusunnah, sifat mustahil dan wajib bagi
Allah yang masing-masingnya berjumlah 20 jika dijumlahkan menjadi 40 sifat.
Yang Wajib bagi Allah 20 dan yang mustahil bagi Allah adalah 20, sehingga
ketika dijumlahkan menjadi sifat 40. Sifat ini hanya membahas pada sifat Allah
semata. Namun sebenarnya lebih jauh lagi selain yang dipelajari ilmu tauhid
bagi seorang ahlusunnah bukanlah hanya pada Allah semata namun kepada para nabi
dan rasul jugalah demikian.
Untuk para Nabi sama seperti halnya kepada Allah, yaitu memiliki sifat
wajib dan mustahil. Sifat Wajib para Nabi berjumlah 4 dan mustahil juga
demikian, yaitu 4 maka berjumlah 8 sifat untuk para nabi dan rasul. Kemudian
oleh para ulama menambah satu sifat lagi, masing-masing 1 sifat untuk Allah dan
satu sifat untuk para Nabi dan Rasul, maka berjumlah menjadi dua sifat, yang
disebut oleh para ulama disini adalah sifat “Jaiz”.
Adapun kumpulan sifat-sifat diatas jika dikumpulkan maka menjadi rumusan
sebagai berikut :
Sifat Wajib bagi Allah 20
Sifat Mustahil bagi Allah 20
Sifat Wajib bagi Nabi dan Rasul 4
Sifat Mustahil bagi Nabi dan Rasul 4
Jumlah : 48 sifat + 2 sifat Jaiz = 50 sifat.
Inilah
50 sifat keseluruhan yang ada pada penjelasan diatas. Sebenarnya mempelajari
sifat bagi Allah tidak hanya sifat 20 saja, namun juga ia harus mempelajari dan
mengkaji sifat 50 yang ada diatas. Maka oleh karena itu sifat-sifat ini bagi
seorang muslim keseluruhannya wajib dipelajari karena sesungguhnya 50 sifat ini
merupakan cara dasar kita untuk mengenal Allah SWT. Tentunya juga mengenal para
utusan-utusan-Nya.
Sifat-sifat
ini telah dipelajari oleh ulama-ulama terkemuka awal, sepertimana para imam
mazhab dan juga imam tauhid, seperti Imam Al-‘Asyari dan Imam Al-Maturidi,
merekalah yang sesungguhnya telah merumuskan beberapa sifat tersebut diatas. Dan
lebih jauh lagi, Rasulullah SAW juga mengajarkan sifat-sifat ini kepada para
sahabatnya, hal ini dapat dibuktikan dari beberapa hadist Rasulullah yang
mengajarkan tentang makna Qidam, Mukhalafatul lil Hawadisi, Wujud dan
sebagainya.
Namun
dengan berkembangnya masa maka sebahagian umat muslim menganggap bahwa sifat
ini adalah salah, meyesatkan dan tidak ada dalilnya. Bahkan yang lebih parah
lagi adalah mereka menganggap bahwa sifat ini bisa menjadi pendosa. Karena mengerjakan
sesuatu yang tidak ada dalilnya. Biasanya sebahagian yang berpendapat semacam ini
adalah umat muslim yang berpaham wahabi, yaitu paham yang selalu saja merujuk
kepada dalil Qur’an dan hadist saja, tidak kepada pendapat para ulama dan para
sahabat nabi. Bagi mereka segala sesuatu yang tidak ada dimasa Nabi maka hal
itu adalah sesat dan menyesatkan. Termasuk ajaran Tauhid sifat 50 diatas, bagi
mereka pengajian ini tidak dibolehkan.
Namun
yang menjadi pertanyaan kita, apaka benar bahwa sifat dua puluh ini tidak ada
dalilnya, dan siapa pencetus Sifat 20 ini, apakah ada dimasa Nabi ? dan lebih
jauh lagi bagaimanakah hukum mempelajari Sifat 20, boleh atau tidak dibolehkan
? Lalu mengapa harus sifat 20 atau
mengapa harus berjumlah 50, apakah nisbah sifat bagi Allah dan Rasul hanya 50 ?
kenapa tidak 60 atau 70 ?
Simak
penjelasan dibawah ini :
1. Secara garis besar, mempelajari Sifat 50 adalah
diwajibkan, mengapa ?
karena Pertama, Sifat 50 sampai saat ini tidak mengajarkan kepada kita akan
makna syirik, penghinaan, perbuatan maksiat, dosa, dan mengada-ngada. Maka oleh
karena itu selama didalam islam, membuat satu skema ilmu pengetahuan agama yang
tidak melanggar Syariat, dan sesuai dengan Dalil maka hal tersebut dibolehkan.
2. Apa hukumnya ? hukum mempelajari Sifat 50 adalah wajib, karena
pelajaran tauhid ini mengajarkan kepada kita untuk mengenal Allah dan
rasul-Nya. Adapun mengenal Allah dan Rasul-Nya adalah perintah didalam Syariat
dan berhukum wajib. Seperti firman Allah :
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
(Al-Maidah : 35)
3. Lalu siapa yang mengajari Pertama kali Sifat 50
Tersebut ?, Allah dan
Rasulnya, hal ini dapat dilihat pada dalil-dalil Qur’an dan Hadist.
4. Siapa yang mengumpulkan Sifat 50 ?, Ulama yang pertama kali mengumpulkan sifat
50 adalah 2 ulama besar tauhid, yaitu Syeikh Abul Hasan Al-‘Asyari dan Abu
Mansur Al-Maturidy. Bisa dilihat dalam kitab Jauharatut Tauhid, hal. 8 (Versi
Arab Jawi). Selain itu dapat dibuktikan juga dari cerita mimpi yang dialami
oleh Imam Hasan Al-‘Asyary, didalam sebuah kitab yang bernama Durus Samin,
didalamnya beliau bercerita sebagai berikut :
“Aku adalah
seorang Muktazilah[1]
pada dahulunya. Sudah 40 tahun aku menjadi seorang ulama muktazilah dan aku
menguasai dalil-dalil untuk muktazilah. Namun disuatu malam aku berjumpa dengan
baginda Rasulullah SAW dalam mimpiku, saat itu beliau memanggilku dan
menghampiriku, lalu beliau berkata : “Wahai Abal Hasan, aku datang kesini untuk
memberi kebenaran, tolong sampaikan kebenaran ku ini”. Aku menjawab “ya
Rasulullah, bukankah yang aku bawa ini adalah kebenaran..?, “Wahai Abal Hasan,
jikalah apa yang aku katakan ini bukanlah kebenaran untuk apa aku datang
kedalam mimpimu ?, wahai abal Hasan, sampaikanlah kebenaran islam yang
sesungguhnya yang sesuai dengan ajaranku dan sahabat-sahabatku”.
Setelah itu
aku terbangun dan terkejut, ternyata mazhab dan keyakinan yang aku bawa ini
adalah salah maka setelah itu akupun membuka kembali kitab-kitab yang aku punya
dan aku mempelajarinya selama 15 hari, dan akhirnya aku menemukan dan aku
bandingkan beberapa dalil yang aku pelajari dengan dalil yang telah aku amalkan
dan ternyata dalil baru yang aku pelajari inilah yang sesungguhnya dimaksudkan
oleh Rasulullah.
Maka setelah
itu akupun pergi ke pasar dan sampai disana aku berkhutbah ditengah keramaian, “wahai
kaum muslim, ketahuilah bahwa sesungguhnya apa yang aku pelajari selama 40
tahun ini adalah salah dan sekarang aku telah kembali kepada kebenaran yang
sesungguhnya yaitu, ahlusunnah wal jamaah”.
Oleh karena itulah setelah Imam Al-‘Asyari
kembali kepada ajaran Ahlusunnah wal jamaah maka beliau mulai menulis hal-hal
mengenai akidah dan ajaran dari Ahlusunnah wal Jamaah, termasuk adalah sifat 50
tersebut diatas.
Bukti lain dapat dilihat dalam kitab Durus
Samin, dan beberapa kitab Tauhid Ahlusunnah wal Jamaah lainnya, seperti kitab
Kifayatul Awam, Jauharatut Tauhid dan kitab karya Imam Nawawi Al-Bintani.
5. Apakah dari Al-Qur’an mewajibkan mempelajari sifat
ini ? jawabannya adalah
ada. Salah satu ayatnya adalah Surat Al-Maidah 35, disana jelas tertulis bahwa
apapun yang mengarah kepada Allah untuk mengenal-Nya atau bermakrifat
kepada-Nya jika tidak melanggar syariat dan hukum yang sesungguhnya maka keadaan tersebut adalah
dianjurkan dan diwajibkan, karena mengenal Allah pada hakikatnya adalah wajib.
Mengapa demikian tafsiran Ayatnya, karena Al-Qur’an adalah kitab suci yang
setiap dalilnya berfungsi bagi segala keadaan. Seperti kaedah Qur’an yang
berbunyi :
العبرة
بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
“Satu ibarat dengan keumuman suatu lafadh
ayat tidaklah mengkhususkan sebab”
Maka untuk itu jikalah dalam surat
diatas, yaitu Al-Maidah 35 memiliki sebab khusus bagi asbabun nuzulnya (sebab
turunya ayat tersebut) maka secara umum ayat ini tetap berjalan untuk fungsi
yang lainnya. Jika tidak demikian maka kitab Allah ini tidaklah suci dan hanya
berlaku pada satu masa saja, yaitu Rasulullah SAW. Maka sifat 50 diatas, dasar
dalilnya adalah pada ayat ini. Dan masih banyak ibarat dari ayat al-qur’an
lainnya.
6. Mengapa Harus 50
bukan 60 atau sifat 70 ? sebenarnya sifat ini tidaklah berjumlah
20 akan tetapi bisa lebih dari itu, karena pada dasarnya sifat-sifat Allah
tidaklah terbatasi oleh Jumlah, akan tetapi lebih daripada itu. Namun karena
para ulama telah merangkum sedemikian mungkin sifat-sifat tersebut yang mereka
berdalil kepada al-Qur’an, Hadist dan Para Pendapat Sahabat serta ulama-ulama
shalaf maka sifat ini menjadi sifat 20 atau secara umum yang telah kita bahas
diatas adalah sifat 50. Maka oleh karena itu jika kita sanggup menambah sifat
50 ini maka bisa saja, dengan syarat kita harus menjadi ulama yang pandai dalam
bidang agama dan menguasai ilmu pengetahuan agama lainnya, seperti Ilmu Ushul,
Balaghah, Mantiq, Nahwu, Sharaf, Majaz dan lain sebagainya.
7. Mengapa harus
dibatasi menjadi sifat 20 ?, sepertimana penjelasan pada point ke 6,
bahwa pada dasarnya sifat Allah tidak terbatas, bahkan lebih dari itu. Anggapan
segolongan yang membecin sifat ini mengatakan bahwa Imam Al-‘syari membuat
rumus tauhid hanya pada sifat 20 adalah tidak benar. Sifat dua atau 50 ini
adalah sebahagian sifat saja yang dapat dipelajari, dan mudah dipahami. Ini
adalah hasil rangkuman mudah untuk semua kalangan muslim agar bisa dipelajari. Untuk
itu maka disebut sifat 20 atau 50. Demikian juga para ulama ahlusnnah wal
jamaah lainnya, didalam ajaran mereka dan dalam niskah kitab-kitab mereka,
bahwa mereka mengatakan sifat-sifat Allah sangatlah banyak bukan hanya 20. Hal
ini dapat dilihat pada matan kitab Sanusi, karya Imam Abdullah Muhammad bin
Yusuf As-Asanusi :
فمما يجب لمولانا جل
وعز عشرون صفة
“Sebahagian sifat
yang wajib bagi Allah yang Mulia dan Tinggi adalah dua puluh sifat”.
(
Matan Sanusia beserta Hasyiahnya Imam Bajuri :16 , terbitan Musthafa Halabi ,
1374 – 1955 )
Demikian juga dalam kitab Ad-Duru
al-Farid Fi Aqa`idi karangan Imam Ahmad bin Sayyid Abdurrahman an-Nahrawi
فمما يجب لله تعالى
عشرون صفة واجبة
“Dan sebahagian
dari sifat yang wajib bagi Allah adalah dua puluh sifat yang wajib”.
(ad-Duru al-Farid Fi Aqa`idi Ahli Tauhid
karangan Imam Ahmad bin Sayyid Abdurrahman an-Nahrawi beserta syarahnya Fathu
al-Majid karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni : 5 , terbitan
Musthafa al-Halabi cetakan terakhir 1373 -1954 ).
8. Apakah Berdosa jika
tidak mempelajari ilmu ini ? jawabannya adalah berdosa, karena ilmu
sifat 50 adalah ilmu dimana kita mempelajari dan mengenal diri kepada Allah dan
para utusannya, karena pada dasarnya ilmu sifat 50 pada hakikatnya juga adlaah
ilmu mempelajari Allah dan Rasul. Ini adalah salah satu jalan dimana kita dapat
mengenal Allah.
9. Menurut mereka
(Ahlusunnah wal Jamaah) menganggap bahwa “siapa yang tidak mengenal sifat ini
maka shalatnya tidak sah dan tauhidnya juga tidak sah”, bukankah yang demikian
ini menyulitkan ? padahal didalam islam sangat mudah dan memang dimudahkan. Jawabannya
memang betul adanya, siapapun yang tidak mengenal sifat ini atau mempelajari
sifat ini maka amal, tauhid, iman, shalat, dan islamnya tidak sah. Tapi
bukankah mempelajari tentang Allah itu wajib ?, bagaimanakah kita menghadap
Allah dalam shalat namun kita tidak mengenal-Nya ?, bagaimanakah kita beriman
kepada Allah namun kita tidak mengenal-Nya ?, atau bagaimana kita bertauhid,
yaitu mengesakan Allah namun ilmu mengenal diri-Nya tidak ada ?, jawaban semua
ini adalah sama, yaitu tidak sah iman, tauhid dan shalat mereka. Oleh karena
mengamalkan ibadah tanpa ilmu maka tidak sah hukumnya dan amalnya ditolak.
Sepertimana yang telah dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ayyuhal
Walad
“Orang
yang berilmu tidak diamalkan ilmunya adalah orang bodoh, orang yang beramal
tanpa dengan ilmunya adalah tertolak amalnya
10. Lalu mengapa Sebahagian Muslim menagatakan Ilmu Tauhid ini Sesat ?, yang
mengatakan ilmu ini sesat karena mereka tidak memiliki ilmu. Kealiman mereka
hanya sebatas pada pemahaman minim mengenai Qur’an dan hadist saja. Pada didalam
islam berdalil dengan Qur’am dan Hadist saja tidaklah lengkap. Karena masa dan
zaman terus berkembang demikian halnya hukum islam yang terus berubah dan
bertambah, maka tidaklah etis jika kita hanya merujuk kepada Quran dan Hadist
saja akan tetapi pendapat para Sahabat nabi dan seluruh para ulama yang alim
dalam bidang ilmu pengetahuan agama adalah menjadi bahan pelengkap lain bagi
dua dalil tersebut. Jikalah hanya pada Qur’an dan Hadist maka umat tidak akan
berkembang, karena pada dasarnya apa yang kita lakukan didunia ini pada
hakikatnya tidak ada didalam Qur’an dan Hadist. Itulah sebabnya kita perlu
ijtihad (mengumpulkan sebahagian dalil) dari Nabi dan Qur’an serta
sahabat-sahabat nabi. Segala hal yang baru yang terjadi pada masa sahabat jugalah
menjadi hukum dan ada dasar dalilnya. Lebih Lanjutnya pembahasan masalah ini
bisa dikbuka di : Betulkah Bid'ah adalah Perintah Rasulullah ?
11. Lalu Bagaimana seharusnya ?, Mengenai Tauhid mempelajari sifat 50
adalah wajib dan harus dipelajari dengan sungguh-sungguh. Mengenal Allah banyak
cara dan jalan, selama tidak melanggar aturan islam maka dibolehkan, jika hal
yang boleh tersebut adalah mengenal Allah maka pembolehan ini adalah diwajibkan
karena illatnya (alasan hukumnya) adalah mengenal Allah. Siapa yang tidak mau
mengenal Allah bahkan menyesatkan satu jalan dari jalan-jalan untuk mengenal
Allah maka ia telah berdosa.
Inilah penjelasan mengenai sifat 50 dalam hukum islam, tujuan dan faedah dari pengajian sifat 50 tersebut. Untuk lebih jelasnya anda bisa membeli buku ini di :
Sumber :
Tgk. Habibie M. Waly
[1]
Muktazilah adalah mazhab yang
mengedepankan akal dari keberadaan dalil, jika dalil tidak sesuai dengan akal
maka ditolak.
Thanks for reading & sharing PENGAJIAN TAUHID
Assalamualaikum admin.. Poin no 9 tolong di ralat.. Itu salah
ReplyDelete